Freefastapp.net – Penggunaan teknologi blockchain telah diramaikan dengan banyak sensasi, yang telah menarik minat banyak pemimpin perusahaan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang masalah dan bahaya blockchain.
Secara mendasar, blockchain mengacu pada teknologi buku besar terdistribusi peer-to-peer yang dapat mencatat transaksi secara efisien dan permanen antara dua pihak, yang memungkinkan pelacakan dan keterlacakan. Teknologi baru ini memiliki potensi yang berdampak signifikan untuk banyak penerapan yang jauh lebih besar dari sekedar jagat mata uang kripto.
Organisasi maupun perusahaan seringkali menghadapi tantangan akan disebutkan di bawah ini ketika mencoba menggunakan blockchain. Memahami tantangan menjadi langkah pertama untuk mengatasinya dan melangkah maju di jalur menuju kesuksesan.
Kurangnya Kepercayaan di Antara Pengguna
Menurut Survei Blockchain Global PWC tahun 2018, 45% organisasi yang berinvestasi dalam teknologi blockchain merasa bahwa kurangnya kepercayaan pelanggan akan menjadi hambatan yang signifikan terhadap adopsi. Masalah ini memiliki dua sisi yaitu organisasi mungkin tidak mempercayai keamanan teknologi, dan mereka mungkin tidak mempercayai peserta lain dalam jaringan blockchain.
Setiap transaksi pada penggunaan blockchain bersifat aman, privat, dan dapat diverifikasi. Karena jaringan terdesentralisasi, tidak ada otoritas pusat untuk mengonfirmasi dan memverifikasi transaksi. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian regulasi dan kekhawatiran tentang kapasitas untuk menghubungkan jaringan bisnis. Namun, kita dapat merencanakan kerangka kerja keamanan siber dan kepatuhan yang akan dipercaya oleh regulator dan pemangku kepentingan jika kita mengatasi kesenjangan kepercayaan sejak dini.
Kurangnya Sumber Daya Finansial
Menurut peserta penelitian APQC, rintangan untuk menerapkan blockchain secara umum adalah kurangnya sumber daya finansial. Penerapan blockchain tidaklah murah, dan banyak sumber daya bisnis sudah terbatas karena epidemi dan gangguan pada tahun 2020.
Jika ditinjau lebih dekat, hambatan ini terungkap karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman organisasi tentang blockchain. Seiring dengan meningkatnya kesadaran publik akan teknologi baru seperti ini, kemampuan untuk secara efektif membuat kasus bisnis untuk adopsi teknologi tersebut akan lebih meningkat.
Hal ini juga berlaku untuk blockchain, dengan asumsi bahwa para penggemar berfokus pada pengembangan kasus bisnis yang menunjukkan bagaimana manfaat teknologi akan lebih besar daripada biaya penerapannya.
Konsumsi Energi Tinggi
Masalah lain dengan adopsi blockchain adalah konsumsi energinya yang tinggi. Mayoritas blockchain yang sekarang ada di pasaran menggunakan daya yang sangat besar. Inti dari teknologi blockchain bergantung pada arsitektur bitcoin dan menggunakan Proof of Work (PoW) sebagai mekanisme konsensus untuk validasi transaksi. Pengguna harus memecahkan teka-teki matematika yang rumit untuk menggunakan protokol ini, dan mereka menuntut banyak daya pemrosesan untuk memvalidasi dan mengeksekusi transaksi serta mengamankan jaringan.
Banyak pendukung penggunaan blockchain yang berupaya menciptakan metode konsensus yang lebih hemat energi untuk mengatasi masalah ini. Protokol Proof-of-Stake (PoS) menggunakan metode penugasan tugas validasi secara acak ke node berdasarkan kepemilikan partisipan. Karena partisipan tidak harus memecahkan teka-teki yang rumit, teknologi ini mengurangi penggunaan energi secara signifikan.
Skalabilitas yang Buruk
Salah satu tantangan teknologi blockchain yang paling signifikan adalah skalabilitas teknis jaringan, yang dapat menghambat penerapannya, khususnya untuk blockchain publik. Jaringan transaksi lama dapat memproses ribuan transaksi per detik. Namun, dua jaringan blockchain paling populer, Bitcoin dan Ethereum, tertinggal jauh dalam hal kecepatan transaksi. Salah satu solusi untuk masalah ini adalah dengan menambahkan lapisan kedua ke jaringan blockchain utama untuk memungkinkan transaksi yang lebih cepat.
Interoperabilitas Blockchain
Sejumlah besar jaringan blockchain tidak memiliki interoperabilitas. Lebih dari 6.500 proyek menggunakan berbagai platform dan solusi penggunaan blockchain (yang sebagian besar independen) masing-masing dengan seperangkat protokol, bahasa kode, metode konsensus, dan perlindungan privasi sendiri.
Masalahnya adalah ekosistem blockchain berada dalam “keadaan tidak teratur” karena kurangnya standar umum yang memungkinkan berbagai jaringan untuk terhubung. Karena tidak adanya konsistensi di antara protokol blockchain, prosedur penting seperti keamanan menjadi terganggu, akibatnya, membuat adopsi massal menjadi sulit.
Menetapkan standar di seluruh industri untuk berbagai protokol blockchain dapat memudahkan bisnis untuk berkolaborasi dalam pengembangan aplikasi, memvalidasi bukti konsep, dan berbagi solusi blockchain, serta menghubungkannya dengan sistem saat ini.
Kurangnya Keamanan dan Privasi
Di era sekarang, banyak bisnis yang mematuhi kebijakan privasi ketat yang dimandatkan oleh hukum. Konsumen mereka menaruh kepercayaan mereka kepada perusahaan dengan informasi pribadi mereka. Namun, jika semua informasi ini dimasukkan dalam buku besar publik, maka informasi tersebut tidak akan dianggap pribadi lagi. Untuk hal ini, blockchain privat atau konsorsium dapat membantu. Akses data akan dibatasi, dan semua informasi pribadi konsumen akan dirahasiakan sebagaimana mestinya.
Aspek penting lainnya adalah keamanan. Namun, hanya beberapa instansi yang memiliki protokol memadai untuk menangani hal ini. Meskipun blockchain lebih aman daripada sistem komputer tradisional, peretas masih dapat membahayakan aplikasi, sistem, dan perusahaan berbasis blockchain. Untuk mengatasi hal ini, identitas yang berdaulat sendiri di blockchain dapat menangkap dan mengatur data pengguna. Selain itu, dibutuhkan peran serta pemerintah untuk menjaga privasi masyarakat.
Kurangnya Adopsi
Terlalu banyak orang yang salah persepsi dan mengaitkan blockchain dengan mata uang kripto. Terlebih, kripto dikaitkan dengan penipu dan peretas yang menyalahgunakan teknologi tersebut. Reputasi buruk ini mencerminkan buruknya sistem teknologi blockchain secara keseluruhan, membuat orang-orang mempertimbangkan kembali keputusan mereka untuk mengadopsinya.
Meskipun demikian, ada alasan untuk optimis tentang adopsi blockchain. Organisasi dapat membentuk kelompok kerja blockchain kolaboratif untuk mengatasi masalah umum dan membangun solusi yang menguntungkan semua orang tanpa mengungkapkan informasi pribadi.
Kesenjangan Keterampilan
Blockchain masih merupakan teknologi yang relatif baru, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan menggunakannya masih sedikit. Selama beberapa waktu, pasar untuk keahlian blockchain sangat kompetitif.
Permintaan untuk tenaga ahli blockchain meningkat lebih dari 500% pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan gaji pokok untuk pengembang blockchain meningkat secara bersamaan.
Lebih jauh, biaya dan kompleksitas untuk memperoleh keterampilan di bidang ini menambah kekhawatiran perusahaan tentang penerapan blockchain dan mengintegrasikannya dengan sistem yang lebih lama.
Salah satu pendekatan untuk menjembatani kesenjangan keterampilan adalah dengan menggunakan blockchain sebagai layanan atau blockchain as a service (BaaS), yang memungkinkan perusahaan memperoleh manfaat dari teknologi tanpa mengeluarkan banyak biaya untuk kemampuan teknis yang dibutuhkan.
Menghadapi Masalah Blockchain
Berbagai masalah penerapan blockchain di atas menunjukkan perlunya kemajuan teknologi dan industri ini bekerja keras untuk menyelesaikannya. Segalanya akan menjadi lebih nyaman dan memicu adopsi massal jika hambatan-hambatan ini dapat diperbaiki dan dihilangkan.
Pada kenyataannya, banyak aplikasi dan proyek blockchain sudah aktif dan berjalan lancar. Akan selalu ada solusi dan kemungkinan untuk semua masalah blockchain. Lebih jauh lagi, banyak bisnis yang ingin menerapkan atau menggunakan teknologi ini, menghabiskan banyak biaya untuk melakukannya. Akibatnya, perubahan signifikan dalam masyarakat dan ekonomi hanyalah masalah waktu.
Baca Juga : Pemrosesan Transaksi Cepat dengan Blockchain